Wabah virus Covid-19 telah memukul sektor pariwisata di seluruh kancah internasional, khususnya Indonesia. Sektor yang merupakan salah satu penghasil devisa terbesar itu lumpuh sejak sebulan terakhir (Republikacoid, 2020).
Pada 6 Februari lalu atau sekitar sebulan sebelum diumumkannya kasus positif Covid-19 di Indonesia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Wishnutama Kusubandio sudah menyatakan bahwa potensi kerugian sektor pariwisata telah mencapai 4 miliar dolar atau sekitar Rp 56 triliun. Tapi, itu baru potensi kerugian karena nihilnya wisatawan mancanegara (wisman) lantaran Covid-19 saat itu baru menjangkiti China dan negara asal wisatawan lainnya. Potensi kerugian tentu akan makin besar jika perjalanan wisatawan nusantara turut dihitung. Sebab, sejumlah penyedia jasa perjalanan sudah menyatakan bahwa aktivitas bisnis mereka lumpuh sejak diumumkannya kasus Covid-19 di Indonesia awal Maret lalu. Artinya, perjalanan wisnus juga menurun drastis atau bahkan nihil.
“Sekarang, kita tidak bisa mengerjakan dan mempersiapkan paket-paket untuk perjalanan wisata seperti sedia kala. Pekerjaan kita hanya berkutat untuk me-reschedule keberangkatan para jamaah Haji, Umrah, dan wisatawan mancanegara yang akan berangkat di bulan Maret, April dan Mei ini,” kata Chief Executive Officer (CEO) IITCF dan Adinda Azzahra Tour and Travel, Priyadi Abadi. Sedangkan jumlah perjalanan wisata yang dibatalkan, sejauh ini sudah mencapai 30 grup. Masing-masing grup berisikan 30 orang. Total 270 orang pelanggannya itu tercatat hendak melakukan perjalanan di dalam maupun luar negeri.
Kondisi serupa dialami biro perjalanan wisata lainnya. Selaku Ketua Indonesia Islamic Travel Communication Forum (IITCF), kata Priyadi, sekitar 500 anggota aktifnya di seluruh Indonesia mengeluhkan hal serupa.
Pemilik Zaz Holliday, Dyah Ratna Haryati, mengatakan bahwa perusahaannya telah merugi sekitar Rp 500 juta sejauh ini. Sebab, perusahaan biro perjalanan yang berbasis di Solo itu tak lagi beroperasi sejak awal Maret. “Ya tidak ada yang bisa dikerjakan. Semua objek wisata ditutup. Hampir semua negara juga lockdown,” ucapnya.
Efek destruktif Covid-19 pada sektor pariwisata juga tampak dari jumlah hotel yang ditutup. Berdasarkan catatan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per 6 April, terdapat 1.266 hotel yang tutup di seluruh Indonesia.
Di lain sisi, dampak Covid-19 juga terjadi pada perjalanan wisata ke luar negeri. Perjalanan yang paling terdempak adalah tujuan ibadah Umrah lantaran jumlahnya per tahun lebih dari 1 juta jamaah. Namun sejak 27 Februari, Pemerintah Arab Saudi menutup akses bagi jamaah Umrah Indonesia demi mencegah penularan Covid-19. Penutupan itu salah satunya dirasakan PT Al Bilad Travel. “Sekitar 800 calon jamaah kami yang batal berangkat umrah” kata Direktur Utama Al Bilad Travel, Jamaluddin Mahmud. Total kerugiannya sekitar Rp 18 miliar.
Lantaran besarnya dampak Covid-19, kini semua pihak berharap virus menular itu bisa segera diatasi. “Sehingga sektor pariwisata, yang pada tahun 2018 menyumbangkan devisa US$ 16,42 miliar (data BPS), bisa kembali bangkit. Termasuk juga di dalamnya sektor pariwisata halal,” kata Priyadi Abadi.