Direktur Utama Adinda Azzahra Tour and Travel, Priyadi Abadi dalam Acara Pembukaan Kantor Adinda Azzahra Cabang Wolder Monginsidi, Jakarta
Pasar wisata halal merupakan salah satu sektor pariwisata dengan tingkat pertumbuhan tercepat di seluruh dunia. Sayangnya, sektor ini belum dikembangkan secara maksimal oleh para pegiat pariwisata domestik. Maka dari itu, perlu adanya keterlibatan dari para stakeholder pariwisata guna memajukan wisata halal nasional dan meningkatkan pemasukan devisa negara (Republikacoid, 2019).
“Karena ceruk pendapatan yang sangat besar dari wisata halal, sebaiknya tempat-tempat wisata, hotel, restoran, maskapai penerbangan, termasuk biro-biro perjalanan serta semua yang terlibat dalam dunia pariwisata perlu terlibat dalam pergerakan wisata halal. Agen perjalanan memiliki peluang yang sangat besar,” kata Priyadi Abadi CEO IITCF dan Adinda Azzahra Tour and Travel. Hal tersebut dikatakan saat berbincang dengan media massa dalam “Grand Opening Adinda Azzahra” di Jalan Wolter Monginsidi No. 39, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kegiatan grand opening ini juga ditandai dengan peluncuran aplikasi Adinda Azzahra yang bisa diakses di gadget, baik Android maupun Ios, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan produk halal yang mampu meningkatkan industri pariwisata di kancah internasional.
Mengutip data yang dipublikasikan oleh MasterCard-CrescentRating pada 2019 lalu bahwa grafik pertumbuhan jumlah wisatawan Muslim dunia (di luar Haji dan Umrah) telah mengalami kenaikan secara terus menerus. Tercatat pada tahun 2014, jumlah wisatawan Muslim telah mencapai 108 juta, kemudian pada tahun 2016 naik menjadi 121 juta, hingga di tahun 2018 bertambah menjadi 140 juta. Pada 2020 ini diproyeksikan jumlah wisatawan Muslim dunia akan mencapai 160 juta. Dengan adanya hal tersebut, Priyadi menyatakan bahwa kontribusi sektor wisata halal terhadap perekonomian global sangat menakjubkan dan pada tahun 2020 ini diprediksi akan mencapai 220 miliar dolar AS. Sementara pada tahun 2026 nanti, kontribusi sektor pariwisata halal diperkirakan melonjak 35% menjadi 300 miliar dolar AS,” tuturnya. Pada saat itu, wisatawan Muslim secara global diprediksi akan tumbuh menjadi 230 juta wisatawan sebagai representasi bahwa lebih dari 10% total wisatawan global secara keseluruhan.
Menurut Priyadi, sejauh ini potensi itu telah ditangkap oleh negara-negara Muslim. Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, Indonesia bersama Malaysia keluar sebagai juara destinasi wisata muslim friendly di antara negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan skor 78. Di posisi berikutnya disusul oleh Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab di peringkat tiga, keempat, dan kelima. Qatar (peringkat enam), Maroko (peringkat tujuh), Bahrain (peringkat delapan), Oman (peringkat delapan), dan Brunei (peringkat sepuluh).
“Tapi ingat, bukan hanya negara-negara Muslim, besarnya potensi wisata halal itu akhirnya ikut dilirik oleh negara-negara non-muslim, seperti Singapura, Thailand, Inggris, dan Jepang,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Tour Leader Muslim Indonesia (ATLMI) itu.
Laporan GMTI 2019 juga menunjukkan Singapura mempertahankan posisinya sebagai destinasi wisata ramah Muslim di kalangan negara-negara non-OKI lainnya. Diikuti Thailand, Inggris, Jepang, Taiwan, Afrika Selatan, Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Spanyol, dan Filipina. GMTI menganalisa destinasi wisata ramah Muslim melalui dua aspek utama, kesehatan dan pertumbuhan yang mencakup empat kriteria strategis, yakni akses, komunikasi, lingkungan serta layanan.