Ketika mendengar nama destinasi wisata Mexico, kerap langsung terbayang adalah Pantai Acapulco yakni destinasi elit yang kerap dijuluki sebagai surga dunia dan hiburan musik dari para pria yang menggunakan topi lebar dengan pakaian khasnya.
Acapulco sempat menjadi primadona yang menarik traveler dari kalangan jetset untuk berwisata ke sana. Namun kini, keindahan Acapulco tidak lagi cukup menarik bagi traveler. Bahkan warga lokal sendiri tidak bisa lagi menikmati pantai yang indah secara leluasa, karena banyaknya kejahatan yang terjadi di daerah tersebut. Telah tercatat dalam dokumen bahwa terdapat enam turis wanita asal Spanyol yang tengah diperkosa di pantai Acalpulco dan pelakunya adalah enam orang penduduk lokal. Sehingga hal ini kemudian berdampak buruk bagi pendapatan penduduk Acalpulco itu sendiri, karena menurunnya para wisatawan mancanegara yang ingin berkunjung ke daerah tersebut. Mengingat bahwa sektor pariwisata adalah aspek terpenting bagi setiap negara untuk meningkatkan income negaranya. Jadi meski pantainya masih sangat indah dan cantik, akan tetapi bagi turis wanita memiliki trauma tersendiri dan secara tidak langsung berusaha menghindari daerah Acalpulco tersebut. “Pengalaman menginap dua malam dipantai Acapulco ini memang unik. Di seluruh sudut daerah banyaknya penjagaan yang begitu ketat oleh tentara bersenapan laras panjang layaknya di medan pertempuran, “ kata Priyadi Abadi, pendiri Indonesian Islamic Travel Communication Forum (ITCF) yang juga Direktur Utama Adinda Azzahra Tour and Travel.
Menurut Priyadi, hampir di setiap sudut jalan terdapat tentara yang bersiaga penuh hilir mudik mengamati kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang. Namun ketika menanyakan beberapa hal terkait kondisi tersebut kepada para petugas hotel maupun local guide, mereka menjelaskan bahwa itu adalah kegiatan normal. Meski petugas hotel dan guide menenangkan turis yang datang, Priyadi mengaku bahwa tetap ada banyak kasus yang tidak diungkapkan melalui berita, apalagi hampir setiap jam terdengar bunyi sirene mobil polisi maupun ambulans yang membuat yakin banyaknya sesuatu yang telah terjadi. Karena itu termasuk aib dari daerah tersebut yang jika perlahan banyak turis mengetahuinya, maka akan berimplikasi pada menyusutnya daerah tersebut.
“Berwisata ke Mexico yang berada di wilayah Amerika Latin ini memang pengalaman yang unik dan harus selalu waspada karena negara ini dikenal dengan kartel narkoba yang masih menguasai sebagian negara ini, terutama kartel La Familia,” kata Priyadi.
Namun pengalaman berwisata ke Mexico ini cukup mengesankan karena dia menemukan juga sebuah restoran dengan menu halal di pinggiran kota Mexico City bernama restoran El Jamil, mengambil nama dari pemiliknya yang bernama Muhammad Jamil Bader. Jamil adalah seorang imigran asal Lebanon yang sudah cukup lama menetap di Mexico dan sejak 10 tahun lalu membuka restoran ini dengan jumlah pengunjung yang cukup banyak, khususnya pada saat jam makan siang. “Saya dan keluarga pindah dari Lebanon ke Mexico City. Menu makanan yang kami tawarkan khas Lebanon seperti Kafta Meat, Spinach Empanadas,” katanya mengutip pernyataan Muhammad Jamil, pemilik restoran El Jamil.
Priyadi menambahkan bawa menu yang ditawarkan cukup cocok dengan lidah orang Indonesia dan tersedia nasi sehingga dia optimistis bahwa jika ada Muslim traveller Indonesia yang ingin berkunjung ke Mexico dapat di bawa ke Restoran El Jamil.
“Sayang kata Muhammad Jamil saat ini beliau belum menemukan Masjid di kota Mexico yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, Protestan serta sedikit Yahudi. Kaum Muslim melakukan shalat masing-masing di rumahnya, begitu pula dalam melakukan shalat Jumat,” kata Priyadi.
Pengalaman berwisata ke Mexico dan peluang membawa Muslim traveller ini akan disampaikan pada komunitas IITCF yang dipimpinnya sehingga bisa menambah destinasi wisata pilihan. Meskipun Priyadi mengakui untuk mencapai negara ini dari tanah air cukup panjang atau masuk dalam kategori long haul destination.