Para Pengusaha Travel Umrah Menghadiri Silaturahim Bulanan yang Diadakan Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) di Jakarta
Dilansir oleh Ihram.co.id (2017) bahwa pemerintah tidak akan lagi menetapkan harga minimal Umrah, karena berfokus pada kualitas, bukan harga. “Fokus pemerintah terletak pada kualitas produk dibandingkan harga,” ujar Kasubdit Pembinaan Umrah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama M Arfi Hatim pada talk show yang bertemakan “Fenomena Umrah Murah, Kualitas dan Risiko terhadap Jamaah” yang diadakan Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) di Jakarta, Sabtu, 11 Februari 2017.
Lantas upaya apa agar diperbolehkan atau adanya kemungkinan kebolehan untuk menjual paket yang murah tersebut tidak bersifat kontraproduktif? Tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk menarik minat calon jemaah dengan tujuan yang tidak benar (menipu) atau dengan cara yang tidak benar (memanipulasi)?
Menurut Arfi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, melakukan penetapan harga referensi. Harga referensi dibuat berdasarkan gabungan komponen biaya perjalanan ibadah Umrah antara lain, pesawat pergi-pulang (kelas ekonomi), penginapan di hotel bintang tiga, konsumsi, biaya visa, biaya fiskal, manasik Haji, biaya administrasi biro perjalanan, biaya overhead perusahaan, serta biaya transportasi lokal dan pemandu di Arab Saudi. “Dengan komponen yang rinci tersebut, sejatinya dapat dibuat harga referensi yang berarti harga yang wajar semestinya berada pada kisaran tersebut atau lebih tinggi, tergantung kualitas yang ditawarkan,” papar Arfi.
Arfi menambahkan, langkah kedua adalah pengawasan berdasarkan harga referensi tersebut. Pengawasan terhadap adanya Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang menjual di bawah harga referensi menjadi penting untuk memastikan bahwa murahnya harga disebabkan oleh kreativitas legal dari perusahaan, bukan karena niat jahat (penipuan) dan cara yang tidak benar, seperti dengan subsidi silang atau dengan sistem arisan berantai (skema Ponzi) yang sangat merugikan jemaah berikutnya. “Apabila ada PPIU yang melakukan penjualan harga di bawah harga referensi, sehingga PPIU harus dapat mempertanggungjawabkannya secara transparan dan akuntabel.” tuturnya
Langkah ketiga adalah terkait pengawasan terhadap pelayanan apakah sesuai standarisasi pelayanan minimal yang dilakukan atau tidak. “Dengan demikian, masyarakat akan tetap mendapatkan hak mereka untuk memperoleh harga yang kompetitif tanpa mengurangi kualitas pelayanan atau terancam tertipu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” papar Arfi Hatim.