Wisata halal kini sedang naik daun dan akan mengalami perkembangan yang semakin signifikan lagi. Tidak hanya di negara-negara Muslim atau mayoritas berpenduduk Muslim, tapi juga negara-negara dengan Muslim minoritas. Berbagai negara Muslim maupun non-Muslim akan bersaing untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pelancong Muslim. Hal tersebut atas dasar akan besarnya potensi pasar Muslim dunia yang kemudian menjadi parameter utama untuk meningkatkan income bagi setiap negara yang dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara. Dibuktikan bahwa secara general banyak para Muslim traveler Indonesia yang menginginkan untuk berwisata di berbagai belahan negara yang mayoritasnya adalah non-Muslim seperti Eropa, Amerika, Asia ataupun Australia. Tentu hal ini menjadi different light sehingga memerlukan penanganan sebaik mungkin oleh pihak travel maupun tour leader untuk menyeimbangkan kebutuhan primer dan sekunder dari para wisatawan tersebut.
“Wisata halal Indonesia memang betul sedang digalakkan, tapi pada saat yang bersamaan banyak wisatawan Indonesia yang berkunjung ke luar negeri,” kata Ketua Indonesian Islamic Tourism Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi di Jakarta. Priyadi menambahkan, sumber daya manusia (SDM) perusahaan perjalanan perlu diedukasi terkait ketersediaan fasilitas wisata halal di mancanegara yang memfokuskan pelayanan pada Moslem traveller dalam melayani konsumennya berwisata halal. “Salah satu hal yang paling mendasar ketika perusahaan travel dan tour leader membawa rombongan wisatawan Muslim yakni masjid atau tempat shalat dan resto halal,” tutur Priyadi. Terkait hal tersebut, IITCF aktif membina para pelaku wisata Muslim, baik pemilik travel, tour leader, maupun tour planner. “Bulan November ini kami membawa rombongan pengusaha travel dan tour leader ke Taiwan dan Turki untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menangani Moslem traveller dari Indonesia yang akan berwisata ke mancanegara, khususnya negara-negara non-Muslim,” ujar Priyadi.
Asosiasi travel agen di Taiwan mengundang 170 biro perjalanan umum dan 30 travel agen Muslim dari Indonesia untuk menghadiri acara pameran halal di Taipei, Taiwan, pada pekan kedua November 2016. Pada November ini IITCF juga akan membawa rombongan pemilik travel dan tour leader ke Turki. “Kegiatan tersebut bertujuan memberikan gambaran potensi wisata halal di kedua negara tersebut.,” kata Priyadi. Priyadi menyebutkan, para peserta akan melihat langsung potensi wisata, restoran halal, hingga hotel-hotel yang Moslem friendly. Sekaligus, mereka akan merancang rute perjalanan bagi traveller Muslim Indonesia untuk berkunjung. “Di Taiwan kita akan berkunjung ke beberapa lokasi, Taipei, Nan tou, Chiayi, dan lain-lain,” katanya.
Pada saat yang bersamaan, Priyadi mengatakan, IITCF juga akan memberikan informasi yang dibutuhkan bagi Taiwan dan Turki seputar wisata halal. Kegiatan berlangsung sembilan hari dimulai dari Rabu (8/11) di Taiwan. Priyadi mengatakan, Taiwan memang baru membuka rute wisata halal. Sedangkan, pariwisata Turki, dia mengungkapkan, saat ini tengah anjlok menyusul isu bom di negara tersebut. Taiwan, katanya, berambisi menjadi destinasi wisata bagi Muslim traveller dari Indonesia. Untuk itu, pemerintah dan industri wisata berencana mengenalkan 87 industri hotel dan restoran bersertifikasi dan ramah bagi Muslim.
“Maka dari itu, mereka ingin meningkatkan kunjungan wisatawan Indonesia ke Turki dengan mengundang para owner travel untuk melihat bahwa negara Turki yang aman dan sangat indah,” katanya. Hal tersebut dilakukan untuk menarik pasar wisatawan Indonesia yang berlibur ke luar negeri. Tingginya potensi wisatawan tersebut terlihat dari banyaknya pemesanan penerbangan ke luar Indonesia.
Dia menggambarkan bahwa penuhnya bandara baik di hari kejepit, long weekend ataupun musim liburan, ditambah lagi dengan adanya paket layanan penerbangan murah yang memicu pertumbuhan wisatawan dalam negeri ke luar sangat tinggi. “Itu menandakan bahwa tingkat perjalanan ke luar negeri tinggi sekali,” kata Priyadi yang juga Chief Executive Officer (CEO) Adinda Azzahra Tour and Travel.
Menjadi konsultan bagi negara lain terkait wisata halal, Priyadi mengatakan Indonesia bisa saja menjadi acuan wisata halal. Dibandingkan Malaysia atau Singapura, Indonesia memiliki penduduk Muslim paling besar dan itu membuatnya menjadi kiblat wisata halal. Sekaligus memberikan informasi kepada negara lain terkait fasilitas wisata halal, Indonesia bisa sembari belajar mengembangkan wisata di negara sendiri. “Nah, ketika kita pergi ke luar negeri juga kita bisa belajar bagaimana di luar mengembangkan wisata halal mereka. Jadi, sekaligus kita bisa berbenah agar terus kompetitif. Sebelumnya, pelatihan dan pengenalan wisata halal juga telah dilakukan di wilayah Eropa Barat. “Sedikitnya, tujuh negara yang dikunjungi untuk menggencarkan wisata halal di negara-negara tersebut.,” tutur Priyadi.