Chairman IITCF dan Adinda Azzahra Tour and Travel
Dengan tag line wisata muslim, beliau berusaha menyajikan kebutuhan para muslim traveler untuk menikmati keindahan alam yang Allah ciptakan di hamparan dunia ini seraya tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang Muslim. Saat ini, wisatawan muslim banyak mengunjungi destinasi Timur Tengah, padahal di luar itu banyak sekali khazanah Islam di negara-negara non muslim.
TOKOHKITA. Indonesia menjadi salah satu negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Dijuluki sebagai negara penganut Muslim terbesar di dunia, telah menjadi potensi besar dan daya tarik tersendiri untuk terjun menjadi wisata Muslim, baik di ranah nusantara maupun destinasi mancanegara. Namun, selama puluhan tahun berkiprah di dunia industri pariwisata, layanan perusahaan jasa travel masih belum banyak memberikan ruang bagi umat Islam untuk bisa menikmati fasilitas yang sesuai dengan syariat Islam.
Misalnya saja, bagaimana umat Islam yang menjalani travelling ke Eropa atau negara yang penduduk muslimnya minoritas, masih belum memberikan fasilitas untuk kebutuhan wisatawan muslim. Sebut saja, kebutuhan makanan halal, tempat ibadah dan lain sebagainya. Untuk itulah, lelaki yang sudah berkiprah di dunia pariwisata mancanegara ini berhijrah untuk melayani umat Islam yang ingin berwisata atau bertadabur alam ke luar negeri dengan memberikan layanan yang dibutuhkan umat Islam yakni H. Priyadi Abadi, M.Par. Beliau adalah salah satu perintis dan penggiat wisata muslim di tanah air. Keterlibatannya dalam edukasi tentang wisata muslim di mancanegara telah melahirkan beberapa komunitas yang memfokuskan diri terhadap travel muslim di negeri ini. Semua itu dilakukan agar wisatawan benar-benar terakomodasi dengan baik tentang travelling muslim.
Ketertarikan Priyadi terhadap dunia travel sudah muncul saat memilih jurusan perkuliahan di kampus Pariwisata Trisakti. Meski keputusannya ini kurang disukai oleh orang tuanya. “pada waktu itu, orang tua bilang buat apa kuliah pariwisata. Kerjanya cuma di hotel, cuci-cuci piring atau bersih-bersih kamar,” kenang pria kelahiran Jakarta, 27 Oktober 1972.
Keyakinan Priyadi bahwa pasar wisata akan menjadi industri yang menjanjikan, tak membuatnya bergeming untuk menggeluti dunia pariwisata. Saat itu, profesi di dunia pariwisata memang belum banyak yang menekuni atau bahkan diminati oleh masyarakat seperti saat ini. Karier Priyadi dimulai sejak masih kuliah sekitar tahun 1992. Awalnya freelance sebagai pemandu wisata untuk tujuan domestik (inbound), setahun kemudian meningkat menjadi outbond tour leader seperti ke negara-negera di benua Asia, Australia, Amerika, Eropa, Afrika serta Timur Tengah (Umrah dan Haji). Mantan Vice Chairman Indonesia Tour Leaders Assosiation (ITLA) ini menjalani karirnya merangkak dari mulai staf paling bawah hingga top level manajemen di beberapa biro perjalanan wsiata. Namun setelah 18 tahun berkecimpung di travel umum, Priyadi melihat dan merasakan betapa sulitnya wisatawan muslim memenuhi kebutuhan dasar terutama untuk ibadah salat dan memperoleh makanan halal di negara non muslim.
“Awalnya, dari keprihatinan saya melihat pelayanan travel umum di Indonesia untuk para muslim kurang memikirkan masalah makanan halal, shalat dan tidak ada kunjungan ke masjid,” namanya juga wisata umum, tuturnya.
Berbekal pengalaman dan penghasilan selama bekerja di agen travel umum dengan jaringan yang luas, Priyadi memutuskan untuk hijrah dengan merintis usaha mandiri travel muslim. Keinginan tersebut tercapai pada tahun 2010 dengan berdirinya PT Putri Adinda Pratama atau yang dikenal sebagai Adinda Azzahra Tour. Usaha ini juga tidak semata-mata bisnis, tapi ada dorongan untuk menyiarkan Islam lewat tadabur alam dari tempat-tempat yang dikunjungi.
Bukan tanpa rintangan saat merintis bisnis ini, banyak rekan seprofesi meragukan langkah Priyadi. Maklum hampir semua travel muslim hanya berbisnis umrah dan haji yang sudah pasti. Memang, masa-masa awal hanya satu atau dua grup yang diberangkatkan dalam program paket wisata muslim. Karyawan pun belum ada, hanya dibantu istri dan saudara.
Cibiran sinis rekan-rekannya kini berbuah hasil. Dengan market yang jelas, usaha yang ia geluti ini pada akhirnya dibuktikan dengan setiap bulannya memberangkatkan rombongan wisata muslim lebih dari 30-40 orang. Dari mulai pengusaha, pejabat kementerian, anggota dewan, bupati dan gubernur kerap memakai jasa Adinda Azzahra Tour and Travel.
Dengan tag line wisata muslim, ia berusaha menyajikan kebutuhan muslim traveler untuk menikmati keindahan alam yang Allah ciptakan di hamparan dunia ini seraya tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang Muslim. Saat ini, wisatawan muslim banyak mengunjungi destinasi Timur Tengah, padahal di luar itu banyak sekali khazanah Islam di negara-negara non muslim.
Fouder & Chairman Indonesia Islamic Travel Communication Forum (IITCF) ini juga menjelaskan, bukan tanpa kendala saat berada di negara non muslim yang minim fasilitas kebutuhan muslim. Seperti mencari makanan halal dan minimnya tempat ibadah. Namun seiring perjalanan waktu, semua itu perlahan kita dipenuhi. Kita edukasi pihak hotel agar memberikan informasi arah kiblat kepada para tamu yang menginap, kita juga menghimbau agar pihak hotel menyediakan sarana tempat sholat berjamaah seperti musholla serta restoran dengan menu yang halal. Menurut Priyadi, berpuluh tahun travel muslim mengurusi travel umrah, sementara destinasi lain mereka tidak buat.
“Melalui IITCF, dirinya akan terus meng-upgrade skill bagi travel muslim, “Travel muslim harus bisa bersaing dengan travel umum yang menggarap pasar muslim. Karena travel muslim sudah kebanjiran jamaah umrah akhirnya tidak melirik wisata muslim mancanegara. Padahal ini peluang yang bagus yang bisa dikerjakan, yang selama ini digarap travel umum,” ujarnya.
Berikutnya adalah ia ingin merubah mindset masyarakat yang telah terjustifikasi bahwa ke luar negeri hanya menyediakan destinasi umrah dan haji, sedangkan yang ingin bepergian ke negara-negara seperti Eropa atau Amerika pasti akan pesan ke travel umum. “Memang ini tidak mudah dan butuh waktu untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat bahwa travel Muslim pun mampu membuat paket wisata di luar umrah dan haji,” paparnya.
Terkait edukasi ke travel-travel muslim untuk menggarap ceruk pasar wisata muslim ini, Priyadi merasa tidak khawatir jika pasarnya berkurang, karena pasar di negeri sangat besar karena mayoritas adalah penduduk muslim. “Saya menganggap mereka adalah mitra. Ibarat main bulu tangkis, bila kita mendapatkan lawan yang handal maka kita akan tambah semangat dan kita akan semakin terpacu untuk berprestasi. Rejeki sudah diatur oleh Allah,” tegasnya.
IITCF juga sudah menyelenggarakan educational trip bagi pemilik travel Muslim maupun tour planner ke berbagai negara di Eropa Barat, Korea, Taiwan, Thailand, Turki dan juga meliputi destinasi nusantara seperti mengenalkan Garut dan Belitung ke mancanegara serta akan menyusul destinasi lainnya agar para Travel Muslim teredukasi dengan destinasi-destinasi di luar umrah dan haji. Bahkan sejak tahun 2017, Priyadi juga telah menggagas berdirinya konsorsium travel muslim dengan bendera Muslim Holiday, tujuannya untuk menjadi wadah bagi travel Muslim dalam mengembangkan destinasi wisata Muslim terutama pada saat low season dimana banyak travel Muslim yang terkendala atas minimnya jumlah peserta tour atau dibawah kuota grup sehingga mengakibatkan travel tersebut gagal untuk memberangkatkan pesertanya atau harganya menjadi mahal. Dengan adanya hal tersebut, maka diharapkan dengan semakin banyak bergabungnya travel Muslim dalam konsorsium Muslim Holiday, diharapkan bisa terbentuk grup-grup gabungan peserta yang bisa berangkat, dan juga agar masyarakat yang ingin berwisata Muslim memiliki banyak pilihan travel yang bisa mengantarkan wisatawan ke destinasi-destinasi menarik , baik yang ada di nusantara maupun di mancanegara.
Priyadi berharap bahwa travel muslim dianjurkan agar tidak jadi penonton di rumah sendiri. Kalau travel muslim tidak mengambil kue wisata muslim ini maka cepat atau lambat yang akan bermain adalah travel umum yang berasal dari negara-negara lain, apalagi saat ini sudah dalam era MEA, mereka memiliki modal besar, profesional serta jaringan luas.
Kini melalui Adinda Azzahra Tour and Travel, dirinya telah mampu mengantarkan wisatawan muslim untuk berkunjung ke berbagai benua di dunia dengan mengunjungi destinasi wisata muslim di negara-negara non muslim. Paketnya ada yang umrah plus atau tanpa umrah. Seperti ke Korea, Jepang, Balkan, Amerika, Australia, Prancis, Belanda, Jerman, Swiss, Spanyol, Italia dan lain sebagainya. Priyadi menjelaskan bahwasannya wisata muslim harus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan perjalanan wisata biasa atau leisure. “Ini yang harus menjadi perhatian para pengusaha tour and travel dalam menawarkan paket wisata muslim,” ujarnya. Menurut lelaki yang sudah menjajaki tujuh benua ini, ternyata banyak negara yang sudah memperhatikan persoalan produk halal mulai dari makan dan minuman, pakaian, aksesoris serta destinasi wisata.
“Indonesia seharusnya bisa lebih maju dibanding dengan negara lain, jangan sampai malah justru tertinggal. Bahkan, Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat wisata halal dunia,” katanya.
Dalam hal ini, justru negara-negara kawasan Asia seperti Jepang, Korea dan Thailand sudah lebih dulu dalam mengembangkan wisata halal, bahkan sudah menyiapkan pendukungnya seperti masjid, mushola, makanan halal dan lainnya. Seharusnya Indonesia bisa lebih dari itu, apalagi dengan banyaknya masjid yang tersebar di seluruh kota maupun daerah, tempat pariwisata, menu makanan nusantara, tentu akan sangat mudah dikembangkan.
Penulis buku Muslim Traveller Solutions ini juga menambahkan, saat ini ada sekitar sepuluh sektor halal lifestyle yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian dunia, yaitu makanan, keuangan, travel, kosmetik, pendidikan, fashion, media rekreasi, farmasi, kesehatan serta seni dan budaya. Dengan banyaknya pintu-pintu dibidang halal tersebut, tentu memiliki potensi bisnis yang besar. “Saya berharap, selain dukungan dari pemerintah, para stakeholder, pengusaha dan masyarakat juga bisa mengambil peranan masing-masing untuk mengembangkan potensi yang besar ini,” tuturnya.
Kepeduliannya terhadap edukasi wisata muslim ini, Priyadi akhirnya meraih Rekor MURI. Di mana selama 2016, IITCF menggelar empat kali West Europe Tour Leader Moslem Educational Trip (WEMET), yang diikuti oleh ratusan pengusaha travel muslim, tour leader dan tour planner. Menggelar pelatihan dan seminar di atas bus selama dua pekan mencakup di 13 kota di 6 negara, yakni Perancis, Belgia, Belanda, Jerman, Swiss dan Italia. “Dari agenda ini IITCF mendapat penghargaan Rekor MURI,” katanya.
Tak hanya itu, Priyadi juga mendapatkan penghargaan dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) karena kepeduliannya dalam pengembangan wisata muslim, baik di Indonesia maupun di mancanegara. Penyerahan penghargaan diberikan oleh Menteri Sosial Idrus Marham di depan Ketua Umum IPEMI Inggrid Kansil dan para anggota IPEMI pada 7 Mei 2018 lalu.
Selain menyelenggarakan trip dan pelatihan, Priyadi melalui IITCF juga mengadakan gerakan Menebar Sejuta Perangkat Shalat di berbagai negara. Peralatan ibadah ini didistribusikan di hotel, restoran, tempat objek wisata, toko duty free, masjid dan rest area yang sering dikunjungi wisatawan muslim. Tujuannya jelas yaitu untuk memudahkan para Muslim traveler dalam mendirikan sholat. Selanjutnya, gerakan tebar sejuta perangkat salat dalam educational trip akan dilaksanakan di Balkan, Aussie, New Zealand dan Amerika Serikat guna mensosialisasikan wisata muslim terutama di negara-negara non Islam. “Gerakan menebar sejuta perangkat salat juga meraih Rekor MURI,” ungkap dosen Pariwisata di universitas Trisakti ini.