Wisata Muslim menjadi industri yang akan terus berkembang semakin masif dan menjanjikan. “Jumlah belanja Muslim Travellers terus meningkat secara signifikan,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal, Kementerian Pariwisata Riyanto Sofyan di Jakarta.
Mengutip data yang dilansir dari Global Muslim Travellers Spending (2014), Riyanto menyebutkan bahwa terdapat 14 negara yang menempati “Top Global Muslim Travellers Spending (2014)”. Rinciannya adalah Arab Saudi dengan jumlah belanja wisman Muslim (17,8 miliar dolar AS), Iran (14,3 miliar dolar AS), Uni Emirat Arab (11,2 miliar dolar AS), Qatar (7,8 miliar dolar AS) dan Kuwait (7,7 miliar dolar AS). Sementara jumlah belanja wisman dari Asia sebagai berikut, Indonesia (7,6 miliar dolar AS), Malaysia (5,7 miliar dolar AS), Singapura (2,3 miliar dolar AS), dan Azerbaijan (2,4 miliar dolar AS). Dari Eropa, negara dengan belanja wisman terbanyak adalah Rusia (5,4 miliar dolar AS), Turki (4,5 miliar dolar AS), Jerman (3,6 miliar dolar AS), Inggris (2,4 miliar dolar AS) dan Perancis (2,3 miliar dolar AS).
Menurut Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi, besarnya peluang wisata Muslim itu harus dimanfaatkan dengan baik oleh biro perjalanan Indonesia, khususnya yakni travel Muslim. “Tidak hanya dalam melayani wisman Muslim yang datang ke Tanah Air, melainkan juga dalam melayani masyarakat Indonesia yang ingin melakukan wisata Muslim ke luar negeri,” ujar Priyadi.
Namun kata Priyadi, para pemain travel Muslim di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. “Travel Muslim masih menghadapi tantangan, terutama kurangnya sumber daya manusia (SDM) profesional dan citra travel Muslim yang dianggap hanya bisa bermain di pasar Umrah dan Haji saja,” kata Priyadi dalam broadcast yang dikirimkan dari Amsterdam, Belanda. Padahal, sebenarnya ada potensi besar yang bisa digarap oleh travel Muslim yaitu wisata Muslim yang selama ini digarap oleh travel umum. “Kita ketahui bersama bahwa kebutuhan mendasar para Muslim Traveller pada hakikatnya tidak bisa diakomodir oleh travel umum misalnya shalat 5 waktu di Masjid dan makanan halal,” tuturnya.
Maka dari itu, harus introspeksi dan action dengan melihat peluang yang ada untuk menggarap wisata Muslim dan mengubah justifikasi pikiran di masyarakat bahwa travel Muslim pun mampu melakukan tour seperti Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya, sehingga perlu dilakukannya effort yang sangat besar baik dari segi pikiran ataupun aksi.
“Melalui forum IITCF kami ingin menggugah para pegiat travel untuk mengedepankan SDM para travel Muslim agar memiliki daya saing yang tinggi sejalan mengubah image masyarakat agar percaya bahwa travel Muslim pun mampu bekerja secara profesional,” kata Priyadi. Priyadi menegaskan, IITCF sudah membulatkan tekad untuk menjadikan para pemain di negeri yang berpenduduk Muslim terbanyak didunia ini dan bukan sebagai penonton, apapun risikonya. “Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah bersimpati dan menjadi sponsor atas program-program IITCF, baik di dalam maupun di luar negeri. Semoga langkah kami selalu dalam ridha Allah SWT,” tutur Priyadi Abadi.
Wakil Sekjen Himpuh Anton Subekti menyambut positif upaya yang dilakukan oleh IITCF dalam meningkatkan profesionalisme SDM travel Muslim. Menurut Anton, setidaknya ada tiga kebutuhan pokok seorang Muslim yang sedang safar termasuk berwisata ke negeri orang. “Karena sebagai seorang Muslim, kemanapun ia pergi, selalu melekat pada kewajibannya untuk beribadah ,” ujar Anton.
Kata Anton, pertama terletak pada kebutuhan akan makanan halal (halal food). Kedua yakni ketersediaan jadwal dan tempat melakukan kewajiban lima waktu salatnya yang memenuhi syarat syariat,” tutur Anton yang juga direktur Albilad Travel. Ketiga, Anton menambahkan, teman perjalanan, suasana atau sarana apapun yang kontennya selalu mengingatkan untuk ingat kepada Allah SWT dan membimbingnya untuk menjalankan amal-amal safar.
“Faktanya, ketiga kebutuhan dasar tersebut sering terabaikan. Dalam kerangka berbagi pengalaman membangun model penyenggaraan perjalanan wisata yang islami itulah, menurut saya kehadiran IITCF menjadi penting. Termasuk di dalamnya meningkatkan SDM travel Muslim agar makin profesional,” papar Anton Subekti.