ADINDA | Kalau ada satu tempat yang bisa menggambarkan perjalanan panjang iman, perjuangan, dan kebersamaan umat di Amerika, mungkin jawabannya ada di jantung West Philadelphia. Di sanalah berdiri The Philadelphia Masjid, yang dulunya dikenal sebagai Sister Clara Muhammad School — sebuah bangunan tua berwarna biru menyimpan kisah luar biasa tentang perubahan, keteguhan, dan harapan.
Saya pertama kali mendengar nama masjid ini dari seorang teman diaspora Indonesia di Pennsylvania. Katanya, “Pri, kamu harus datang ke masjid ini. Bangunannya tua, tapi semangat orang-orangnya muda.” Saya pun penasaran. Dan begitu sampai di sana, saya seperti membuka lembaran sejarah yang hidup kembali.
Kali ini, perjalanan saya bersama rombongan kecil eksklusive berwisata halal ke negara bagian Amerika Serikat. Rombongan ini merupakan salah satu paket perjalanan premium Adinda Azzahra Tour and Travel.
Dari Gereja Katolik ke Masjid
Bangunan megah dengan bata merah itu ternyata sudah berdiri sejak tahun 1922. Dulu, ia bukanlah masjid. Ia adalah sekolah Katolik bernama Our Mother of Sorrows School, kemudian berganti menjadi St. Thomas More High School for Boys.
Namun pada tahun 1975, sejarah baru dimulai. Gedung itu dibeli oleh komunitas Muslim Afrika-Amerika dan diubah menjadi sekolah serta masjid — University of Islam, lalu Sister Clara Muhammad School.
Bayangkan, gedung yang dulu dipenuhi anak-anak dengan seragam Katolik, kini berubah menjadi tempat belajar anak-anak Muslim dengan jilbab dan peci kecil. Sebuah transisi yang tidak hanya fisik, tapi juga spiritual.
Nama Sister Clara Muhammad
Nama “Sister Clara Muhammad” bukan sembarang nama. Beliau adalah istri dari Elijah Muhammad, salah satu tokoh penting dalam Nation of Islam. Tapi lebih dari itu, beliau adalah pelopor pendidikan Islam di Amerika Serikat — sosok yang memperjuangkan sekolah-sekolah mandiri untuk anak-anak Muslim saat diskriminasi masih kental di negeri itu.
Sosoknya menginspirasi banyak komunitas Muslim kulit hitam di seluruh AS. Maka, ketika komunitas di Philadelphia menamai sekolah ini dengan namanya, itu bukan sekadar penghormatan — tapi juga pernyataan: kami berdiri di atas perjuangan mereka yang dulu membuka jalan bagi kami.
Pusat Ibadah Sekaligus Pusat Kehidupan
Masjid ini bukan hanya tempat untuk shalat berjamaah. Dari hari pertama saya datang, suasananya terasa hangat — seperti rumah besar bagi siapa pun yang datang. Di satu sudut, anak-anak mengaji dengan suara ceria.
Dan setiap kali bulan Ramadan tiba, masjid ini seperti hidup 24 jam. Orang datang bukan hanya untuk beribadah, tapi juga untuk berbagi cerita, berbagi makanan, bahkan berbagi pekerjaan.
Selain kegiatan keagamaan, di sini juga ada pelatihan kerja untuk warga sekitar — mulai dari tukang listrik, plumber, sampai pelatihan atap bangunan. Mereka juga punya program untuk mantan narapidana yang ingin memulai hidup baru. Semua dilakukan di bawah naungan semangat Islam: membantu sesama.
Ketika Sekolah Harus Tutup
Namun, seperti banyak cerita perjuangan lainnya, perjalanan masjid ini juga tidak selalu mulus. Pada tahun 2008, Sister Clara Muhammad School terpaksa ditutup. Dana semakin menipis, bangunan makin tua, dan murid semakin sedikit.
Bagi sebagian warga, itu seperti kehilangan bagian dari diri mereka sendiri. Tapi meski sekolah tutup, semangat pendidikan tak padam. Gedung-gedung tua itu kemudian dipakai untuk kegiatan komunitas dan pendidikan nonformal.
Hidup Kembali Lewat Program “Building Blocks”
Titik terang mulai muncul lagi ketika proyek Building Blocks — Sacred Places/Civic Spaces datang pada 2018. Proyek ini membantu rumah ibadah tua seperti Masjid Philadelphia agar bisa diubah menjadi pusat komunitas yang hidup kembali.
Tim arsitek dan relawan dari berbagai latar belakang ikut terlibat. Mereka tidak hanya memperbaiki atap dan pipa air, tapi juga merancang ulang ruangan agar bisa dipakai untuk pelatihan, kelas keterampilan, bahkan dapur komunitas.
Kini, masjid ini tidak hanya berdiri sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai community hub — tempat warga belajar, bekerja, dan saling menguatkan.
Lebih dari Sekadar Bangunan
Saya berdiri di halaman masjid atau di depan pintu masjid berwarna biru. Rasanya damai sekali. Dari luar mungkin orang hanya melihat bangunan yang sudah berumur lebih dari seabad. Tapi di dalamnya, tersimpan energi spiritual dan sosial yang luar biasa.
Masjid ini adalah simbol ketahanan umat Islam di Amerika — terutama Muslim Afrika-Amerika — yang sejak dulu berjuang untuk memiliki ruang sendiri, untuk belajar, beribadah, dan berkembang.
Bagi saya pribadi, Masjid Philadelphia mengajarkan bahwa Islam bukan hanya tentang ritual, tapi juga tentang membangun peradaban. Tentang bagaimana iman bisa melahirkan aksi nyata untuk masyarakat.
Semangat yang Tak Pernah Padam
Kini, The Philadelphia Masjid terus berbenah. Semangat jamaahnya tidak pernah surut. Setiap Jumat, jamaah datang dengan wajah ceria, anak-anak berlarian di halaman, dan suara azan menggema di antara gedung-gedung tua West Philadelphia.
Dan saya percaya itu. Karena seperti halnya banyak kisah umat di dunia, keberadaan masjid bukan hanya soal bangunan — tapi tentang manusia di dalamnya yang menjaga cahaya tetap menyala.
H. Priyadi Abadi, MPar (Direktur Utama Adinda Azzahra Tour and Travel)
(Refleksi di The Philadelphia Masjid, Pennsylvania, USA.)