ADINDA | Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington, D.C. — atau yang lebih dikenal sebagai KBRI Washington — merupakan perwakilan diplomatik utama Indonesia di Amerika Serikat. Gedung bersejarah ini berdiri megah di 2020 Massachusetts Avenue NW, sebuah kawasan elit yang terkenal dengan julukan Embassy Row, tempat berbagai kedutaan besar dunia berdiri berdampingan di jantung ibu kota AS.
Namun, di balik kemegahan arsitekturnya, KBRI Washington menyimpan kisah panjang yang sarat nilai sejarah dan diplomasi, termasuk keterlibatan tokoh penting bangsa: Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Kali ini, Direktur Utama Adinda Azzahra Tour and Travel H. Priyadi Abadi, MPar memandu rombongan exclusive ke Amerika Serikat, salah satu destinasi kunjungannya adalah KBRI Washington D.C.
Menurut Priyadi, Gedung KBRI Washington D.C merupakan gedung ikonik yang bersejarah, terutama keberadaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang ikut andil dalam pembelian bangunan klasik ini. “Hamengkubuwono IX ikut menyumbang dalam pembelian gedung KBRI Wahsington DC ini,” ujarnya.
Saat pemerintah Indonesia memutuskan untuk membeli gedung Walsh–McLean House pada tahun 1951, sebagian dana pembelian berasal dari sumbangan pribadi Sultan Hamengkubuwono IX. Ini menunjukkan komitmen kuat beliau terhadap perjuangan diplomasi Indonesia di kancah internasional.
Dengan langkah tersebut, Sultan bukan hanya mendukung pendirian kedutaan, tetapi juga membantu menegakkan wibawa Indonesia di mata dunia pasca-kemerdekaan.
Dari Rumah Megah Menjadi Simbol Diplomasi Indonesia
Sebelum menjadi kantor kedutaan, bangunan KBRI Washington dikenal sebagai Walsh–McLean House. Rumah ini dibangun antara tahun 1901 hingga 1903 oleh Thomas F. Walsh, seorang pengusaha tambang kaya raya, bersama putrinya Evalyn Walsh McLean — yang terkenal sebagai pemilik berlian legendaris Hope Diamond.
Bangunan empat lantai dengan 60 ruangan ini menampilkan kemewahan khas arsitektur Amerika awal abad ke-20. Pada tahun 1951, pemerintah Indonesia membeli properti bersejarah ini. Pembelian tersebut menjadi tonggak awal kehadiran Indonesia secara resmi di panggung diplomasi Amerika Serikat.
Peresmian kedutaan dilakukan oleh Duta Besar pertama Indonesia untuk AS, Ali Sastroamidjojo, yang kelak juga menjabat sebagai Perdana Menteri. Sejak saat itu, gedung ini menjadi pusat kegiatan diplomatik, ekonomi, sosial, dan budaya antara dua negara besar di dua benua berbeda.
Kunjungan Terakhir Sang Sultan yang Sarat Makna
Hubungan Sultan Hamengkubuwono IX dengan KBRI Washington tidak berhenti pada bantuan finansial semata. Pada tahun 1988, beliau melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat. Namun, takdir berkata lain — Sultan wafat di Washington D.C. saat menjalankan tugas negara tersebut.
Peristiwa itu menjadi momen bersejarah dan penuh penghormatan. Pemerintah Amerika Serikat memberikan penghargaan luar biasa dengan menggunakan pesawat militer Air Force Two untuk memulangkan jenazah Sultan ke Indonesia. Tindakan ini mencerminkan betapa tinggi penghormatan AS terhadap beliau, baik sebagai pemimpin yang berwibawa maupun sebagai simbol persahabatan antara dua bangsa.
Bagi KBRI Washington, kejadian itu menorehkan kenangan mendalam. Gedung yang sebagian berdiri berkat kontribusi Sultan kini menjadi tempat yang turut menyimpan kisah akhir perjalanan hidup seorang tokoh besar bangsa.[]